Skip to main content

Kronologis Aksi Damai 3 Februari

I. Pendahuluan

Aksi Damai yang dilakukan elemen Mahasiswa dan Masyarakat untuk menyuarakan aspirasi rakyat Tapanuli di gedung DPRD SU pada tanggal 03 Februari 2009 silam yang merupakan bagian dari proses demokratisasi yang sedang diterapkan dalam sistem di Negara ini. Aspirasi pemekaran yang disuarakan demi kesejahteraan rakyat dan menghindarkan sentralisasi yang selama ini terpusat di ibukota.

Penggelembungan aspirasi yang selama ini dimegahkan para wakil rakyat seharusnya kita suarakan agar segera diteruskan karena merupakan tugas dan fungsinya. Sebagai Mahasiswa yang menjunjung tinggi Tridharma Perguruan Tinggi yang salah satu pointnya adalah pengabdian masyarakat seyogyanya merapatkan barisan dengan rakyat untuk menyuarakan hak-hak demokrasi dan hak-hak rakyat sesuai koridor hukum yang berlaku.
Disayangkan, para wakil rakyat tidak menanggapi dan meneruskan ribuan aspirasi yang tertunda atau yang sengaja ditunda. Penantian rakyat yang meletihkan akan perwujudan aspirasi yang telah disampaikan, menarik perhatian Mahasiswa dan dengan segera bergabung untuk meminta DPRD-SU dalam hal ini untuk melaksanakan fungsinya. Aksi Damai untuk menegakkan hak-hak yang sudah digudangkanpun digelar bersama rakyat di gedung DPRD-SU yang mengakibatkan para Mahasiswa dan pemuda ditahan dan dikebiri hak hukum, hak untuk mendapat pendidikan dan hak demokrasi yang ditawarkan Republik ini untuk warganya.

Setelah Aksi damai tersebut, POLDASU (Polisi Daerah Sumatera Utara) atas nama Kepolisian RI melakukan penangkapan secara paksa terhadap peserta aksi dan masyarakat yang hanya melintas yang secara kebetulan terekam fotonya ikut ditahan. Begitu banyak kejanggalan dan pelanggaran hukum yang dilakukan para penegak hukum baik dari tingkat penangkapan, penyidikan sampai Proses persidangan.

II. Uraian Teoritis

Secara ringkas akan dijabarkan pelanggaran-pelanggaran yang kita temui dalam penanganan hukum dari penangkapan, penyidikan, pelimpahan berkas dan proses persidangan oleh lembaga-lembaga penegak hukum.
a. Proses Penangkapan dan Penahanan
Setelah aksi damai 3 februari di Gedung DPRD-SU, Sore harinya Kepolisian melakukan penangkapan dengan semena-mena kepada para peserta aksi mulai dari tingkat penanggung jawab aksi, Mahasiswa dan masyarakat. Selama 4 Pekan kepolisian tidak henti-hentinya melakukan pengejaran dan mengambil tindakan represif dengan melakukan:
1.Menduduki kampus-kampus yang disinyalir mahasiswanya ikut serta dalam aksi tersebut.
2.Menangkap mahasiswa dari rumah kos-kosan tanpa adanya Surat Perintah Penangkapan yang dilakukan malam dan dini hari.
3.Mengatasnamakan Presiden untuk melakukan penangkapan.
4.Menganiaya mahasiswa yang sudah ditangkap dengan cara melakukan pemukulan dan pengancaman secara fisik maupun mental.

Setelah ditangkap dengan hanya bukti foto dan pengambangan keterangan saksi yang mengatakan hanya ikut serta di tangkap dan ditahan, selanjutnya dilakukan penyelidikan yang sangat tidak wajar dan tidak manusiawi. Penyelidikan ini telah mengkebiri hak-hak demokratik dan hak untuk mendapat perlindungan hukum dimana ditemukannya pelanggaran pemeriksaan diantaranya :

b. Proses Penyelidikan
Ditemukannya pelanggaran Azas Perikemanusiaan dari idiologi bangsa yaitu Pancasila. Dalam hal ini juga Azas Praduga tidak bersalah ditiadakan dari tersangka karena pihak kepolisian melakukan:
1.Sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelum diperiksa
2.Pemeriksaan dilakukan tanpa melihat kondisi fisik dan mental para tersangka, dimana pemeriksaan dilakukan pukul 01.00 wib sampai >12 jam tanpa diberi makan dan istirahat
3.Pemeriksaan tanapa Penasehat Hukum, sementara terdakwa yang ancaman ≥5 berhak didampingi Penasehat Hukum baik yang disediakan Pemerintah maupun Pribadi untuk melindungi hak-hak tersangka (di atur dalam KUHAP)
4.Penentuan pasal-pasal yang tidak logika dan terkesan dipaksakan tanpa ada bukti yang kuat dan objektif.
Sebagai contoh kasus Saudara Drs. Torang Lumbantobing yang benar-benar tidak ikut serta dalam aksi damai tersebut ditahan tanpa adanya kejelasan hukum yang pasti.

Pada saat proses penyelidikan, tersangka ditahan dengan prilaku Kepolisian yang tidak mencerminkan Pengayom Masyarakat. Dijebloskan kedalam tahanan dan mendapat perlakuan layaknya teroris seperti :
1.Celana tersangka dipotong beserta perlengkapan lain tidak di izinkan masuk (seperti perlengkapan alat tulis)
2.Keluarga tidak di izinkan bertemu dan kalaupun di izinkan harus membuat surat permohonan pada Wadir Reskrim Edi Sumitro, dan hanya mendapat 15 menit kunjungan

Setelah penahanan masih dilakukan proses penyelidikan yang sistemnya sama dengan sebelumnya. Kemudian Kepolisian melakukan pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Medan. Pengadilan Negeri Medan melakukan tindakan sebagai berikut:
1.PN Medan menolak/memulangkan berkas kepada Penyidik untuk dilengkapi unsur-unsur pelanggarannya.
2.PN Medan menolak(P19) untuk kedua kalinya.
3.PN Medan menerima(P21) berkas yang dikirim sebelumnya tanpa adanya perbaikan ataupun BAP lanjutan yang dilakukan pihak Kepolisian terhadap tersangka.

Yang menjadi tanda tanya, mengapa berkas tersebut diterima PN Medan (P21) sedangkan berkas tersebut tidak mengalami perbaikan/pemeriksaan lanjutan dari tersangka. Dan setelah pelimpahan berkas tersebut para mahasiswa ditahan di Rutan kelas I Tanjung Gusta Medan dengan pengawalan yang sangat ketat layaknya pengawalan terhadap tersangka teroris. Menanti proses hukum, para mahasiswa ditahan dan selanjutnya dilimpahkan untuk proses persidangan.

c. Proses Persidangan
Persidangan yang ditawarkan para penegak Hukum terkesan konspirasional dan tidak menegakkan hak-hak terdakwa, dimana mahasiswa diberlakukan:
1.Selama proses persidangan, Terdakwa tidak diperkenankan bertemu keluarga yang datang mengunjungi Persidangan.
2.Keluarga terdakwa tidak di ijinkan menyaksikan persidangan secara langsung, karena sebelumnya ruang persidangan dipenuhi pihak Kepolisian.
3.Berkas-berkas perkara terdakwa yang berbeda identik sama dengan terdakwa lain dan disinyalir terjadi copy-paste terhadap berkas terdahulu.
4.Kesaksian dari Kepolisian sangat direkayasa yang bisa mengenali seluruh peserta aksi dan mengetahui peran peserta aksi yang sampai ribuan.
5.Majelis sangat memaksakan dan memojokkan terdakwa dan meminta pertanggungjawaban terhadap mahasiswa(terdakwa) atas aksi yang dilakukan ±2000 orang peserta aksi.
6.Majelis tidak mengijinkan terdakwa(mahasiswa) untuk membantah keterangan saksi-saksi dan cukup menuangkan hanya dalam PLEDOI.
7.Majelis terlalu Prematur untuk memvonis 5 tahun terhadap mahasiswa dan hanya dalam 1 hari saja untuk mempelajari PLEDOI terdakwa.
8.Jaksa membuat dakwaan hanya berdasarkan hasil penyidikan Kepolisian tanpa menggali fakta yang sebenarnya (Tuntutan 7 tahun).
9.Keterangan saksi yang berbeda-beda terhadap terdakwa.
10.Melarang Pers (Media)untuk meliput didekat sel tahanan PN Medan

Banyak kejanggalan yang ditemukan dan tidak berlandaskan hukum, Demikianlah kecurangan yang kita temukan sampai proses persidangan. Mari bersama membuat manifesto bersama untuk menegakkan hak-hak demokrasi dan meretas pengkebirian hak-hak hukum.

Salam Demokrasi, Salam Rakyat dan Salam Juang.


Regards


TAJAM
(Team Justice And Peace Manuver)

Comments

  1. Selamat berjuang kawan-kawan yang saat ini masih dipenjara. . .
    Wujudkan demokrasi seutuhnya untuk rakyat...
    Salam,

    Koink
    simbontar_reno@yahoo.co.id

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Terpidana Berteriak "MERDEKA"

Merdeka, merdeka, merdeka...! Kata-kata itulah yang diteriakkan oleh salah satu terdakwa pejuang PROTAP, Rijon Manalu sesaat setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menutup sidang dengan agenda pembacaan putusan hakim, dengan putusan hukuman selama 3 tahun penjara ( Selasa, 15 September 2009 ). Dimana yang bertindak sebagai hakim ketua persidangan kasus aksi damai DPRD SU 3 Februari 2009 adalah Yuferri Rangka dan yang bertindak sebagai JPU, yaitu Sattang Sidabutar, yang sebelumnya telah menuntut terdakwa selama 7 tahun penjara . Kekecewaan sangat tampak dari mimik terdakwa ketika meninggal ruang persidangan menuju ruangan tahanan PN Medan. Dengan teriakan-teriakan yang penuh makna kekecewaan dan ketidakpuasan atas putusan pengadilan tersebut sembari terus berteriak, "hidup rakyat, wujudkan supremasi hukum dengan segera, dimana keadilan di negeri ini, apakah kami bukan bahagian dari Indonesia yang merdeka?, Hak hukum kami telah dikebiri, hidup rakyat, hidup rakyat" Se

SAYA MENGGUGAT

(oleh: Roy Sinaga) Dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan (06/10/09) Majelis Hakim yang mulia, Jaksa Penuntut Umum yang terhormat, Penasehat Hukum yang terhormat, Serta para pengunjung sidang yang saya hormati dan banggakan, Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan ini, izinkanlah saya menyampaikan terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan pada saya untuk menyampaikan ungkapan perasaan dan pemikiran yang menjadi pergolakan dan kegelisahan dalam batin yang akan saya nyatakan melalui Nota Pembelaan saya ini. Pendahuluan Majelis Hakim yang mulia, Pada hari ini Selasa, 06 Oktober 2009, sudah 238 hari saya menjalani kenyataan buruk ini, yakni dihitung sejak saya ditetapkan dan ditahan sebagai tersangka oleh pihak yang berwajib. Dimana 106 hari sudah saya lewati di rumah tahanan Poltabes Medan dan selanjutnya di rumah tahanan kelas 1 Tanjung Gusta Medan. Hari demi hari saya lewati dengan penuh pertanyaan dan perenungan yang membuat saya selalu gelisah. Saya sel

Polemik Demokrasi yang Memasyarakat

(By Fernando Situmorang) Ditinjau dari makna kata, Demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno. "Demos" yang berarti Rakyat, dan "Kratos" yang berarti Pemerintahan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah Pemerintahan Rakyat. Pemerintahan semacam ini berdaulat sepenuhnya terhadap Rakyat dan untuk kesejahteraan Rakyat. Demokrasi merupakan Bentuk atau Mekanisme Sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan Kedaulatan Rakyat (Kekuasaan Warga Negara). Kekuasaan Warga Negara adalah Kedaulatan penuh Rakyat (Kedaulatan Berasal Dari, Oleh, dan Untuk Rakyat) Adapun sistem Demokrasi yang dimaksud dan diatur dalam Undang-Undang Republik ini adalah Pemberian Kebebasan dalam Berpendapat baik Lisan maupun Tulisan. (UU No 8 Thn 1998 tentang Kemerdekaan menyatakan pendapat)). Dalam menjalankan proses Pemerintahan yang berdemokrasi terdapat 3 Kekuasaan Politik yang menjadi Pilar Demokrasi yaitu:. 1. Legislatif(DPR dan DPD) 2. Executif (Presiden) 3. Yudikati