![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnZ6xfEY57MtlyxYcEuMW3Wzh8WYet-edTuqXvHevJELV7a41ms0jd4ORuT8XIgCQizRrInrqjtvbaiAWdcruWfBPISqpM1IDwBsp25w4bluugYaGfeCVT0J3OfCkB-0LVeqed2XuVTr6W/s320/soekarno.jpg)
"PERGERAKAN tentu lahir. Toh... Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak; diberi pegangan atau tidak diberi pegangan; diberi penguat atau tidak diberi penguat, --tiap-tiap machluk, tiap-tiap ummat, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti achirnja berbangkit, pasti achirnja bangun, pasti achirnja menggerakkan tenaganja, kalau ia sudah terlalu sekali merasakan tjelakanja diri teraniaja oleh suatu daja angkara murka! Djangan lagi manusia, djangan lagi bangsa, --walau tjatjingpun tentu bergerak berkeluget-keluget kalau merasakan sakit!"
Dengan berapi-api Soekarno membacakan pembelaannya (pledoi) di depan hakim di Pengadilan Landraad Bandoeng, 76 tahun silam. Soekarno muda mencoba memaparkan ihwal pergerakan yang dipercayainya dapat membebaskan bangsa Indonesia dari kolonialisme. Pemerintah Hindia Belanda memang sengaja memejahijaukan Soekarno dan tiga kawannya dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI), yaitu Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja dengan berbagai tuduhan.
Pergerakan tentu lahir. Sebuah prolog yang dapat membakar emosi rakyat kala itu hanyalah secuil pembelaan dari berpuluh-puluh lembar pembelaan Soekarno pada proses peradilan dirinya. Dua orang pengacara, Mr. Sastromoeljono dan Mr. Sartono, mendampingi mereka selama persidangan berlangsung, mulai Agustus hingga Desember tahun itu.
Pembelaan yang meledak-ledak sekaligus mewakili dasar-dasar pemikiran Soekarno itu terkenal dengan nama "Indonesia Menggugat". Penolakan atas tindakan imperialisme dan kapitalisme, menentang pertumbuhan imperialisme di Indonesia, menciptakan pergerakan di Indonesia, serta ihwal pendirian Partai Nasional Indonesia (PNI) digarisbawahi oleh Soekarno di depan majelis hakim. Tentu saja inti pembelaan mengenai tuduhan pelanggaran pasal-pasal hukum pidana juga disinggung pada akhir pembelaannya.
Majelis hakim mendakwa Soekarno dan kawan-kawan atas tuduhan memiliki maksud hendak menjatuhkan pemerintah Hindia Belanda dan mengganggu keamanan negeri dengan berkomplot untuk membuat pemberontakan. Tuduhan lainnya yakni mencoba membinasakan pemerintah Hindia Belanda dengan jalan tidak sah (artikel 110 buku hukum pidana) membuat pemberontakan (artikel 163 bis buku hukum pidana) dengan sengaja menyiarkan kabar dusta untuk mengganggu ketertiban umum (artikel 171 undang-undang hukum pidana). Intinya, Soekarno dituduh sebagai pemberontak. Ia kemudian dijerat dengan pasal-pasal karet haatzai artikelen.
Indonesia Menggugat tak begitu saja disiapkan Soekarno menjelang pembelaan dirinya. Sebelumnya, Soekarno mengkaji hampir 80 buah buku karangan, pidato tokoh terkemuka dari Barat yang ditulis dalam bahasa Inggris, Prancis, maupun Jerman. Tak hanya itu, sebanyak 10 karya tokoh dari Timur juga dijadikan sebagai rujukan pembelaan tersebut. Kenyataan ini menunjukkan proses perjuangan intelektual yang dilakukan Soekarno ketika masih berusia 29 tahun.
Banyak kalangan berpendapat bahwa Indonesia Menggugat di Pengadilan Landraad Bandoeng berada dalam satu rangkaian dalam proses Indonesia merdeka yang dikristalisasikan pada 17 Agustus 15 tahun kemudian. Indonesia Menggugat juga menjadi salah satu tonggak bangkitnya semangat bangsa Indonesia di tengah kesemena-menaan yang dilakukan Belanda selama ratusan tahun lamanya.
Melalui Indonesia Menggugat, Bandung menjadi saksi atas bangkitnya pergerakan bangsa yang dimotori Soekarno sebagai founding father menuju Indonesia merdeka. Di Bandung pula, PNI yang didirikan Soekarno serta beberapa media yang dicetak dan disebarluaskan sebagai corong perjuangan kala itu cukup membuat panas telinga kaum kolonial sekaligus membangkitkan rasa nasionalisme bagi bangsa Indonesia.
**
PROSES Pengadilan Belanda di Gedung Landraad Bandoeng mulai digelar pada 18 Agustus 1930. Proses politik diberlakukan oleh majelis hakim dalam peradilan tersebut. Banyak kalangan menduga bahwa tujuan dari pengadilan dan ancaman hukuman yang dijatuhkan terhadap Soekarno dan kawan-kawan hanyalah salah satu bagian dari politik memecah-belah konsentrasi dan melumpuhkan perjuangan pergerakan bangsa waktu itu.
Meski proses peradilan digelar di Bandung, Soekarno sebenarnya ditangkap di Yogyakarta. Saat itu, Soekarno dan Gatot Mangkoepraja tengah mengikuti pertemuan politik di Kota Solo. Mereka menginap satu malam di Yogyakarta, tepatnya di rumah Mr. Soejoedi. Pagi hari pada tanggal 29 Desember 1929, mereka ditangkap seorang inspektur Belanda dan setengah lusin polisi Indonesia atas nama Sri Ratu. Mereka ditahan satu malam di penjara Margangsan. Keesokan harinya mereka dibawa ke Bandung dan ditahan di Penjara Banceuy. Tak lama setelah itu, Maskoen dan Soepriadinata menyusul ditahan di Banceuy selama 8 bulan.
Kotor, bobrok, dan tua. Itulah kesan Soekarno terhadap Penjara Banceuy. Mental Soekarno sempat tertekan di penjara itu. Ia tak hanya dipenjara, melainkan juga dijauhkan dari orang-orang terdekatnya, termasuk sesama penghuni penjara sekalipun.
Keadaan tak menjadi lebih baik saat Soekarno bergumul dalam pengadilan di Gedung Landraad. Bahkan, pergulatan Soekarno selama persidangan tak berbuah manis. Ia dikenakan vonis penjara 4 tahun yang dicetuskan hakim pada 22 Desember 1930. Masih di Bandung, Penjara Sukamiskin adalah hunian berikutnya.
Meski berada di balik terali Sukamiskin, dampak dari pembelaan Soekarno di Pengadilan Landraad ternyata masih bergaung. Pembelaan Indonesia Menggugat berdampak luar biasa, tak hanya di Indonesia, melainkan juga di Belanda dan Eropa Barat. Naskah yang dibacakan Soekarno itu menjadi sebuah dokumen politik historis yang menentang kolonialisme dan imperialisme. Banyak yang berpendapat bahwa hukuman 4 tahun terhadap Soekarno terlampau berat.
Tak tahan dengan berbagai kritikan terhadap pengadilan Soekarno, Gubernur Jenderal De Graeff mengurangi hukuman Soekarno dan membebaskannya pada suatu pagi di 31 Desember 1931.
**
BANDUNG adalah kota yang telah melahirkan seorang Soekarno dalam mencetuskan ide-ide berdirinya sebuah bangsa yang bebas dari tekanan bangsa lain. Bandung pula yang telah menempa seorang Soekarno dalam berpolitik dan memantapkan rasa kebangsaan.
Soekarno, lelaki kelahiran Surabaya 6 Juni 1901 dari pasangan Soekemi dan Ida Ayu, dibesarkan dengan didikan Eropa melalui Sekolah Dasar Eropa atau Europesche Lagere School di Sidoarjo. Pendidikannya kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas atau Hogere Burgere School (HBS) di Surabaya.
Berbagai dasar pengetahuan politik Soekarno terbangun sejak tinggal di rumah pendiri Syarikat Islam, H.O.S. Tjokroaminoto saat sekolah HBS. Selama itu pula Soekarno banyak belajar tentang dunia politik hingga akhirnya lulus HBS pada 1921.
Bandung adalah kota yang dituju Soekarno setelah lulus HBS. Ia melanjutkan sekolahnya di Bandoeng Technische Hoogeschool yang sekarang dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia sempat mengikuti perkuliahan selama dua tahun sebelum akhirnya pulang ke Surabaya karena mertua Tjokroaminoto ditahan Belanda.
Tujuh bulan berselang, Soekarno meneruskan kembali pendidikannya di ITB. Mata kuliah arsitektur dipelajarinya secara mendalam di bawah bimbingan dosennya, Wolf Schoemaker. Setelah lulus pada 1926, Soekarno memadukan kegiatan profesinya sebagai arsitektur dengan kegiatan politik. Sebagai arsitektur, Soekarno malah pernah diperbantukan Wolf Schoemaker dalam mendesain paviliun Hotel Preanger.
Masih di Bandung, Soekarno dan temannya, Anwari -- juga lulusan ITB -- sempat mendirikan biro konsultan di Jalan Regent (Regentweg) Nomor 22 Bandung Selatan. Namun, kegiatan politiknya kemudian lebih mendominasi waktu Soekarno daripada kegiatan profesinya. Soekarno muda kemudian lebih banyak bergaul dengan Mr. Iskak Tjokrohadisoerjo, Tjiptomangoenkoesoemo, Dr. Setiabudi, dan kawan lainnya yang berpaham politik sama.
Sebuah partai bernama Partai Nasionalis Indonesia (PNI) kemudian didirikan Soekarno bersama Mr. Iskak, Dr. Tjipto, Mr. Boediadjo, dan Mr. Soenarjo pada 1927. Pada saat yang sama, majalah Suluh Indonesia Muda diterbitkan. Pada 1928, Soekarno menerbitkan majalah Persatuan Indonesia dan 1932 menjadi pimpinan majalah Fikiran Rakjat. Semuanya dilakukan di Bandung.
Melalui organisasi politik dan sejumlah media massa tersebut, Soekarno memulai pergerakan yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Mungkin tak salah jika ada yang menyebut bahwa Bandung adalah Kawah Candradimuka kemerdekaan Indonesia.
kita juga harus menggugat keadaan saat ini... kita harus sama-sama melawan tirani ini..
ReplyDeleteMerdeka...!