Oleh : Suprayitno
Mengapa kita mesti berontak? Apa yang akan kita berontak? Bagaimana kita akan memberontak? Dan kapan pemberontakan itu harus kita lakukan?
Pemberontakan adalah cara perlawanan ekstrem terhadap segala sesuatu yang sudah mapan. Hanya anak-anak mudalah pemberontak abadi yang kelak akan mengubah perjalanan sejarah suatu bangsa.
Mengapa kita mesti berontak? Kita berontak karena telah terjadi kesalahan secara sistematik dari rezim Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Reformasi. Kesalahan apa? Kesalahan mindset (pola/cara berpikir) yang sangat parah. Mindset para penguasa kita dari rezim masa lalu hingga rezim masa kini adalah menggunakan paradigma kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok (elitisme). Padahal tujuan bangsa kita merdeka bukan untuk para elite saja, melainkan agar seluruh rakyat negeri ini bebas dari kemelaratan dan ketidakadilan.
Para penggede bangsa ini telah memberikan mindset yang sesat terhadap fungsi harta dan tahta/kekuasaan. Kebudayaan kontemporer masyarakat Indonesia telah berubah dalam memaknai harta atau uang. Bangsa kita telah tumbuh menjadi “binatang pemburu uang”. Mengapa binatang? Karena hanya binatang yang menggunakan ukuran asu gede menang kerahe (anjing yang lebih besar akan selalu menang dalam pertarungan). Masyarakat kita telah terjebak dengan perburuan harta. Mindset dan prilaku sesat ini akan mengantarkan terjadinya pemerasan atau eksploitasi antar sesama manusia yang berujud “manusia akan memakan sesama manusia demi uang dan kekuasaan”.
Ciri-cirinya adalah semua cara akan ditempuh meskipun harus dengan jalan meracun orang lain, menipu, menjilat, memfitnah, munafik, menindas, menculik, memeras, membunuh, pungli, korupsi, menyuap atau apa pun caranya dilakukan demi perburuan harta demi pangkat, demi kekuasaan. Mindset sesat yang sangat membahayakan kehidupan ini harus kita cegah. Kita harus berontak terhadap “arus setan” ini.
Harta dan Tahta bukan tujuan hidup. Harta dan Tahta bukan “hewan buruan” yang harus ditangkap dengan berbagai cara bila perlu dengan alat perangkap. Harta dan Tahta hanyalah sebuah pahala, penghargaan, atau reward atas hasil jerih payah dan kerja keras kita. Harta dan Tahta adalah merupakan hukum kausalitas, hukum sebab akibat. Disebabkan kita tekun, jujur, disiplin, kerjakeras, sabar dan pantang menyerah maka berakibat kita akan memperoleh harta dan tahta. Jika dengan semua pengorbanan itu ternyata kita belum bisa juga mendapatkan hasil seperti yang kita harapkan, maka mari kita coba untuk mawas diri atau introspeksi, barangkali ada yang kurang atau salah dengan usaha kita.
Saat ini telah berkembang budaya atau sikap hidup “kerja santai” tetapi ingin hasil yang sebesar-besarnya. Celakanya prinsip ini meliputi para pejabat kita. Bagaimana mungkin dengan bekerja seadanya tetapi ingin memperoleh hasil yang melimpah, jika tidak mencuri, korupsi, atau menipu? Bangsa kita kurang produktif, tetapi menginginkan “bayaran” yang tinggi, bagaimana mungkin jika tidak memeras atau mengancam?
Untuk memperoleh harta atau kekuasaan mestinya diperlukan kerja keras, jujur dan disiplin, bukan kerja santai, malas dan tanpa tanggungjawab. Apa jadinya dengan bekerja seadanya tetapi ingin hasil berlimpah, kalau tidak dengan cara merampok, merampas atau berbohong? Generasi muda harus berani berontak terhadap cara-cara biadab yang telah berlaku saat ini yaitu kerja santai tetapi menginginkan hasil yang sebesar-besarnya.
Kegagalan suatu bangsa dan negara berawal dari cara pandang rakyatnya yang salah terhadap fungsi harta dan kekuasaan. Mestinya kita harus mampu menempatkan fungsi harta dan kekuasaan sebagai amanah kehidupan, dengan demikian kita akan hidup sesuai dengan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.
Filosofi hidup yang menggunakan dasar pemuasan keinginan, akan berdampak sangat besar terhadap prilaku kita yaitu “tak pernah merasa cukup”. Apa pun dan berapa pun yang telah kita peroleh tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan kita. Keinginan kita tidak terbatas, bila perlu jagad ini akan digulung!!!
Anak-anak muda harus sadar, bumi ini dan negara ini adalah titipan dari anak cucu kita. Oleh karena itu jangan kita peras habis-habisan apa isi kekayaan bumi kita, kelak anak cucu kita hanya kebagian limbah racun dan alam yang rusak. Akan terjadi kelaparan yang dahsyat, anak-anak yang lahir cacat dan berbagai malapetaka kehidupan akibat hari ini kita telah merusak alam secara membabi buta.
Anak-anak muda harus berontak tidak boleh hal itu dibiarkan terjadi. Anak-anak muda harus mulai berontak terhadap gaya hidupnya selama ini. Apakah aku anak masa depan? Ciri-ciri anak masa depan adalah memiliki daya tanggap terhadap situasi internal maupun eksternal dengan sikap berani menanyakan kepada generasi tua yang mungkin adalah orang tua Anda sendiri!!!! Apakah harta yang diberikan kepada anaknya itu bukan hasil dari perburuan yang jahat?
Anak muda harus berani protes STOP KEJAHATAN terhadap orang tuanya. Generasi tua atau orang tua harus mau secara jujur menerangkan kepada keluarga, asal-usul uang yang diterimanya apakah berasal dari gaji atau pendapatan yang halal atau berasal dari suap, memeras, atau korupsi? Keluarga adalah sarana paling ampuh untuk meredam nafsu korupsi. Keluarga harus selalu mengingatkan bahwa perampokan akan menimbulkan kemiskinan dan kesengsaraan bagi pihak lain. Keluarga harus selalu mengingatkan “JANGAN KORUP” bukan justru mendorong untuk hidup kaya raya gaya borjuis walaupun dengan cara mencuri, memeras atau pungli.
Belajarlah hidup sesuai kebutuhan bukan atas dorongan nafsu keinginan tanpa batas. Kepala keluarga harus bisa membimbing anak dan istri untuk bisa memaklumi, prinsip hidup sesuai dengan kebutuhan tidak akan membuat kita mati. Jika mobil satu unit sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan, mengapa kita menumpuk sampai sepuluh unit? Jika mobil merek A sudah cukup nyaman untuk dikendarai dan nyaman untuk angkutan keluarga, mengapa kita harus memuaskan keinginan dengan membeli mobil merek B yang harganya berpuluh kali lipat dengan hanya memuat dua penumpang (mobil sport)? Jika untuk memenuhi keinginan dicapai dengan jalan kerja keras, kejujuran dan tidak merugikan orang lain, barangkali pemuasan nafsu demi keinginan ini tidak begitu kita masalahkan. Tetapi bagaimana jika untuk mengejar keinginan, menempuh berbagai jalan termasuk merugikan orang lain dan merusak lingkungan?
Generasi Tua yang saat ini terus rakus memakan kayu, memakan kertas dokumen, memakan besi, memakan minyak, memakan pasir dan berbagai jenis makanan yang tidak pernah memuaskan keinginan “syahwat ekonominya”, harus kita berontak. Sebab ulah mereka nyata-nyata telah menimbulkan penderitaan dan kemiskinan rakyat yang semakin parah. Jika mereka tidak pernah bisa kita sadarkan, marilah kita “bunuh” beramai-ramai dengan revolusi mental budaya ini. Pembunuhan di sini bukan pembunuhan fisik, tetapi pembunuhan karakter. Orang-orang kaya karena hasil mencuri/korupsi harus kita hinakan .
Bersama mari kita berontak dengan akal dan pikiran. Ajakan ini tidak akan pernah sia-sia jika kita mau bersama-sama bergabung untuk menciptakan sistem agar bangsa dan negara kita tetap berjalan di atas landasan rel Pancasila. Baik buruknya partai, sangat tergantung pada para kadernya, jika kader partai lebih banyak diisi oleh pribadi-pribadi yang cerdas, bijaksana, jujur, mampu berpikir jauh kedepan demi kemajuan seluruh umat dan memiliki karakter yang kokoh, maka bangsa dan negara Indonesia pasti akan semakin maju dan sejahtera. Namun, jika tubuh partai disusupi oleh para pembohong, petualang dan pemburu rente maka rusaklah sendi-sendi kenegaraan kita.
Apakah semua sistem kenegaraan dan kepemerintahan yang ada saat ini semua dibuat sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat? Mari kita teliti apa yang salah dengan bangsa kita.
Kita telah memiliki banyak partai, banyak sekolah, banyak tempat ibadah, banyak LSM dan berbagai macam lembaga lainnya, tetapi mengapa rakyat Indonesia tetap banyak yang hidup susah? Mengapa biaya pendidikan dan pengobatan semakin tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan? Apakah orang-orang melarat akhirnya tidak boleh sekolah dan tidak boleh sakit? Mari berdiskusi dan mencari solusi yang kongkrit bersama dengan masyarakat secara terbuka.
Kita harus berontak terhadap mental feodalisme yang terus menguasai para aparat dan birokrasi kita. Mental feodalisme adalah sistem sosial yang menguatkan jabatan bukan atas prestasi kerja. Feodalisme juga berarti memberikan kekuasaan yang besar bagi kaum bangsawan. Disinilah terjadi hubungan yang tidak imbang antara rakyat dengan penguasa. Tidak pernah ada yang membela rakyat, sebab para birokrat lebih membela kepentingan atasannya.
Lihat pengalaman yang sering terjadi dihadapan kita, yaitu ketika seorang penguasa (Presiden) akan meresmikan sesuatu maka hampir bisa dipastikan sepanjang jalan yang akan dilalui Mr President dibuat mulus dan bebas dari para pedagang kaki lima. Mereka diusir tanpa kompensasi. Rakyat pun bertanya, sesungguhnya aparat bekerja untuk siapa? Untuk rakyat atau atasannya? Inilah mental feodalisme yang harus kita berontak.
Para penguasa, birokrat dan aparat tidak pernah bisa memahami untuk apa kita “mendirikan negara”? jika mereka paham bahwa kita mendirikan negara untuk kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, kedamaian dan keamanan seluruh rakyat, mereka pasti tidak akan pernah menelantarkan rakyatnya, mereka pasti tidak akan menindas rakyat, mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh tanpa mencuri apa yang menjadi hak-hak rakyat. Apakah kita akan terus membiarkan ulah mereka, yang menginjak-injak hak-hak rakyat atas nama negara?
MARI KITA BERONTAK !!!!! SEKARANG!!!!!!!!!!
(sumber:http://tomyarjunanto.wordpress.com)
Mengapa kita mesti berontak? Apa yang akan kita berontak? Bagaimana kita akan memberontak? Dan kapan pemberontakan itu harus kita lakukan?
Pemberontakan adalah cara perlawanan ekstrem terhadap segala sesuatu yang sudah mapan. Hanya anak-anak mudalah pemberontak abadi yang kelak akan mengubah perjalanan sejarah suatu bangsa.
Mengapa kita mesti berontak? Kita berontak karena telah terjadi kesalahan secara sistematik dari rezim Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Reformasi. Kesalahan apa? Kesalahan mindset (pola/cara berpikir) yang sangat parah. Mindset para penguasa kita dari rezim masa lalu hingga rezim masa kini adalah menggunakan paradigma kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok (elitisme). Padahal tujuan bangsa kita merdeka bukan untuk para elite saja, melainkan agar seluruh rakyat negeri ini bebas dari kemelaratan dan ketidakadilan.
Para penggede bangsa ini telah memberikan mindset yang sesat terhadap fungsi harta dan tahta/kekuasaan. Kebudayaan kontemporer masyarakat Indonesia telah berubah dalam memaknai harta atau uang. Bangsa kita telah tumbuh menjadi “binatang pemburu uang”. Mengapa binatang? Karena hanya binatang yang menggunakan ukuran asu gede menang kerahe (anjing yang lebih besar akan selalu menang dalam pertarungan). Masyarakat kita telah terjebak dengan perburuan harta. Mindset dan prilaku sesat ini akan mengantarkan terjadinya pemerasan atau eksploitasi antar sesama manusia yang berujud “manusia akan memakan sesama manusia demi uang dan kekuasaan”.
Ciri-cirinya adalah semua cara akan ditempuh meskipun harus dengan jalan meracun orang lain, menipu, menjilat, memfitnah, munafik, menindas, menculik, memeras, membunuh, pungli, korupsi, menyuap atau apa pun caranya dilakukan demi perburuan harta demi pangkat, demi kekuasaan. Mindset sesat yang sangat membahayakan kehidupan ini harus kita cegah. Kita harus berontak terhadap “arus setan” ini.
Harta dan Tahta bukan tujuan hidup. Harta dan Tahta bukan “hewan buruan” yang harus ditangkap dengan berbagai cara bila perlu dengan alat perangkap. Harta dan Tahta hanyalah sebuah pahala, penghargaan, atau reward atas hasil jerih payah dan kerja keras kita. Harta dan Tahta adalah merupakan hukum kausalitas, hukum sebab akibat. Disebabkan kita tekun, jujur, disiplin, kerjakeras, sabar dan pantang menyerah maka berakibat kita akan memperoleh harta dan tahta. Jika dengan semua pengorbanan itu ternyata kita belum bisa juga mendapatkan hasil seperti yang kita harapkan, maka mari kita coba untuk mawas diri atau introspeksi, barangkali ada yang kurang atau salah dengan usaha kita.
Saat ini telah berkembang budaya atau sikap hidup “kerja santai” tetapi ingin hasil yang sebesar-besarnya. Celakanya prinsip ini meliputi para pejabat kita. Bagaimana mungkin dengan bekerja seadanya tetapi ingin memperoleh hasil yang melimpah, jika tidak mencuri, korupsi, atau menipu? Bangsa kita kurang produktif, tetapi menginginkan “bayaran” yang tinggi, bagaimana mungkin jika tidak memeras atau mengancam?
Untuk memperoleh harta atau kekuasaan mestinya diperlukan kerja keras, jujur dan disiplin, bukan kerja santai, malas dan tanpa tanggungjawab. Apa jadinya dengan bekerja seadanya tetapi ingin hasil berlimpah, kalau tidak dengan cara merampok, merampas atau berbohong? Generasi muda harus berani berontak terhadap cara-cara biadab yang telah berlaku saat ini yaitu kerja santai tetapi menginginkan hasil yang sebesar-besarnya.
Kegagalan suatu bangsa dan negara berawal dari cara pandang rakyatnya yang salah terhadap fungsi harta dan kekuasaan. Mestinya kita harus mampu menempatkan fungsi harta dan kekuasaan sebagai amanah kehidupan, dengan demikian kita akan hidup sesuai dengan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.
Filosofi hidup yang menggunakan dasar pemuasan keinginan, akan berdampak sangat besar terhadap prilaku kita yaitu “tak pernah merasa cukup”. Apa pun dan berapa pun yang telah kita peroleh tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan kita. Keinginan kita tidak terbatas, bila perlu jagad ini akan digulung!!!
Anak-anak muda harus sadar, bumi ini dan negara ini adalah titipan dari anak cucu kita. Oleh karena itu jangan kita peras habis-habisan apa isi kekayaan bumi kita, kelak anak cucu kita hanya kebagian limbah racun dan alam yang rusak. Akan terjadi kelaparan yang dahsyat, anak-anak yang lahir cacat dan berbagai malapetaka kehidupan akibat hari ini kita telah merusak alam secara membabi buta.
Anak-anak muda harus berontak tidak boleh hal itu dibiarkan terjadi. Anak-anak muda harus mulai berontak terhadap gaya hidupnya selama ini. Apakah aku anak masa depan? Ciri-ciri anak masa depan adalah memiliki daya tanggap terhadap situasi internal maupun eksternal dengan sikap berani menanyakan kepada generasi tua yang mungkin adalah orang tua Anda sendiri!!!! Apakah harta yang diberikan kepada anaknya itu bukan hasil dari perburuan yang jahat?
Anak muda harus berani protes STOP KEJAHATAN terhadap orang tuanya. Generasi tua atau orang tua harus mau secara jujur menerangkan kepada keluarga, asal-usul uang yang diterimanya apakah berasal dari gaji atau pendapatan yang halal atau berasal dari suap, memeras, atau korupsi? Keluarga adalah sarana paling ampuh untuk meredam nafsu korupsi. Keluarga harus selalu mengingatkan bahwa perampokan akan menimbulkan kemiskinan dan kesengsaraan bagi pihak lain. Keluarga harus selalu mengingatkan “JANGAN KORUP” bukan justru mendorong untuk hidup kaya raya gaya borjuis walaupun dengan cara mencuri, memeras atau pungli.
Belajarlah hidup sesuai kebutuhan bukan atas dorongan nafsu keinginan tanpa batas. Kepala keluarga harus bisa membimbing anak dan istri untuk bisa memaklumi, prinsip hidup sesuai dengan kebutuhan tidak akan membuat kita mati. Jika mobil satu unit sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan, mengapa kita menumpuk sampai sepuluh unit? Jika mobil merek A sudah cukup nyaman untuk dikendarai dan nyaman untuk angkutan keluarga, mengapa kita harus memuaskan keinginan dengan membeli mobil merek B yang harganya berpuluh kali lipat dengan hanya memuat dua penumpang (mobil sport)? Jika untuk memenuhi keinginan dicapai dengan jalan kerja keras, kejujuran dan tidak merugikan orang lain, barangkali pemuasan nafsu demi keinginan ini tidak begitu kita masalahkan. Tetapi bagaimana jika untuk mengejar keinginan, menempuh berbagai jalan termasuk merugikan orang lain dan merusak lingkungan?
Generasi Tua yang saat ini terus rakus memakan kayu, memakan kertas dokumen, memakan besi, memakan minyak, memakan pasir dan berbagai jenis makanan yang tidak pernah memuaskan keinginan “syahwat ekonominya”, harus kita berontak. Sebab ulah mereka nyata-nyata telah menimbulkan penderitaan dan kemiskinan rakyat yang semakin parah. Jika mereka tidak pernah bisa kita sadarkan, marilah kita “bunuh” beramai-ramai dengan revolusi mental budaya ini. Pembunuhan di sini bukan pembunuhan fisik, tetapi pembunuhan karakter. Orang-orang kaya karena hasil mencuri/korupsi harus kita hinakan .
Bersama mari kita berontak dengan akal dan pikiran. Ajakan ini tidak akan pernah sia-sia jika kita mau bersama-sama bergabung untuk menciptakan sistem agar bangsa dan negara kita tetap berjalan di atas landasan rel Pancasila. Baik buruknya partai, sangat tergantung pada para kadernya, jika kader partai lebih banyak diisi oleh pribadi-pribadi yang cerdas, bijaksana, jujur, mampu berpikir jauh kedepan demi kemajuan seluruh umat dan memiliki karakter yang kokoh, maka bangsa dan negara Indonesia pasti akan semakin maju dan sejahtera. Namun, jika tubuh partai disusupi oleh para pembohong, petualang dan pemburu rente maka rusaklah sendi-sendi kenegaraan kita.
Apakah semua sistem kenegaraan dan kepemerintahan yang ada saat ini semua dibuat sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat? Mari kita teliti apa yang salah dengan bangsa kita.
Kita telah memiliki banyak partai, banyak sekolah, banyak tempat ibadah, banyak LSM dan berbagai macam lembaga lainnya, tetapi mengapa rakyat Indonesia tetap banyak yang hidup susah? Mengapa biaya pendidikan dan pengobatan semakin tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan? Apakah orang-orang melarat akhirnya tidak boleh sekolah dan tidak boleh sakit? Mari berdiskusi dan mencari solusi yang kongkrit bersama dengan masyarakat secara terbuka.
Kita harus berontak terhadap mental feodalisme yang terus menguasai para aparat dan birokrasi kita. Mental feodalisme adalah sistem sosial yang menguatkan jabatan bukan atas prestasi kerja. Feodalisme juga berarti memberikan kekuasaan yang besar bagi kaum bangsawan. Disinilah terjadi hubungan yang tidak imbang antara rakyat dengan penguasa. Tidak pernah ada yang membela rakyat, sebab para birokrat lebih membela kepentingan atasannya.
Lihat pengalaman yang sering terjadi dihadapan kita, yaitu ketika seorang penguasa (Presiden) akan meresmikan sesuatu maka hampir bisa dipastikan sepanjang jalan yang akan dilalui Mr President dibuat mulus dan bebas dari para pedagang kaki lima. Mereka diusir tanpa kompensasi. Rakyat pun bertanya, sesungguhnya aparat bekerja untuk siapa? Untuk rakyat atau atasannya? Inilah mental feodalisme yang harus kita berontak.
Para penguasa, birokrat dan aparat tidak pernah bisa memahami untuk apa kita “mendirikan negara”? jika mereka paham bahwa kita mendirikan negara untuk kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, kedamaian dan keamanan seluruh rakyat, mereka pasti tidak akan pernah menelantarkan rakyatnya, mereka pasti tidak akan menindas rakyat, mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh tanpa mencuri apa yang menjadi hak-hak rakyat. Apakah kita akan terus membiarkan ulah mereka, yang menginjak-injak hak-hak rakyat atas nama negara?
MARI KITA BERONTAK !!!!! SEKARANG!!!!!!!!!!
(sumber:http://tomyarjunanto.wordpress.com)
Comments
Post a Comment