Merdeka, merdeka, merdeka...! Kata-kata itulah yang diteriakkan oleh salah satu terdakwa pejuang PROTAP, Rijon Manalu sesaat setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menutup sidang dengan agenda pembacaan putusan hakim, dengan putusan hukuman selama 3 tahun penjara (Selasa, 15 September 2009). Dimana yang bertindak sebagai hakim ketua persidangan kasus aksi damai DPRD SU 3 Februari 2009 adalah Yuferri Rangka dan yang bertindak sebagai JPU, yaitu Sattang Sidabutar, yang sebelumnya telah menuntut terdakwa selama 7 tahun penjara.
Kekecewaan sangat tampak dari mimik terdakwa ketika meninggal ruang persidangan menuju ruangan tahanan PN Medan. Dengan teriakan-teriakan yang penuh makna kekecewaan dan ketidakpuasan atas putusan pengadilan tersebut sembari terus berteriak, "hidup rakyat, wujudkan supremasi hukum dengan segera, dimana keadilan di negeri ini, apakah kami bukan bahagian dari Indonesia yang merdeka?, Hak hukum kami telah dikebiri, hidup rakyat, hidup rakyat"
Sementara mendengar teriakan itu, sontak saja teman-teman terdakwa yang ada di dalam ruang tahanan menyahut dan menyambut dengan orasi-orasi yang menunjukkan kesedihan dan kesimpatian mereka terhadap keadaan hukum di negara ini.
"Kami adalah bagian dari bangsa ini, kami cinta negeri ini, cinta tanah air Indonesia" dan terus bersambung dengan teriakan-teriakan; "Kami adalah Mahasiswa, pemuda Indonesia yang mengabdi kepada rakyat, yang bersuara atas penderitaan rakyat Tapanuli, kenapa kami harus di kriminalisasikan?, demokrasi telah mati, agen-agen demokrasi telah dibunuh, akankah masa depan kami dirampas?", dan kemudian langsung disambut oleh personil kepolisi dengan aksi semakin merapatkan barisan penjagaan dan berusaha menenangkan para terdakwa.
Melihat aksi dari aparat Kepolisian yang dengan sangat cepat ingin mensterilkan lokasi disekitar ruang tahanan dengan berusaha mengusir para wartawan yang hendak menyaksikan moment tersebut, para terdakwa yang di dominasi oleh Patriot-patriot Universitas (Mahasiswa-red) kemudian beratmbah amarah mereka atas tindakan tersebut. "Jangan halangi pers menyaksikan penderitaan ini, ketidak-adilan ini, penindasan ini", "Tolong Pak Polisi kasih mereka untuk menyaksikan semua ini", "Kawan-kawan pers tolong sampaikan pesan dan keadaan kami ini kepada seluruh rakyat di negeri ini, tolong kawan-kawan pers, saksikan kami", demikian dengan nada yang sangat keras dan terdengar seperti tangisan yang sungguh mendalam. Sampai kemudian pihak aparat keamanan langsung memulangkan para terdakwa yang telah selesai bersidang menuju Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan.
Ketika ditanyai soal tanggapan Rijon, setelah ditetapkan sebagai narapidana, beliau memberi tanggapan yang sangat kritis dan tajam sekaligus penuh rasa kecewa terhadap Hukum di Indonesia. "Proses Hukum yang saya alami teman-teman saya ini sangat inkonstitusional, karena sangat jauh dari fakta hukum yang sebenarnya", "Polisi dan JPU serta hakim telah ber-konspirasi untuk membunuh demokrasi, mengubur aspirasi rakyat-rakyat kecil, rakyat yang termarjinalkan dan tertindas". Diakhir tanggapannya, beliau juga dengan nada yang lebih tenang mengungkapkan, "Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat". Dan sesaat kemudian telah dimasukkan secara paksa ke mobil pembawa tahanan untuk dipulangkan ke Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan.
Terdakwa lain yang telah divonis pada hari yang sama antara lain Anju Naibaho berserta rekan satu berkasnya Urat Sihombing (sama-sama Mahasiswa SM.Raja XII) divonis masing-masing selama 5 tahun penjara. Joko Subiakto dengan putusan 3 tahun 6 bulan penjara yang merupakan satu-satunya terdakwa bersuku Jawa. Fernando Situmorang (Mahasiswa STMIK SM Raja XII) divonis dengan hukuman selama 3 tahun penjara. Dan seterusnya terdakwa-terdakwa lain akan segera ditetapkan sebagai Narapida dalam waktu yang tidak akan lama lagi. (admin)
Kekecewaan sangat tampak dari mimik terdakwa ketika meninggal ruang persidangan menuju ruangan tahanan PN Medan. Dengan teriakan-teriakan yang penuh makna kekecewaan dan ketidakpuasan atas putusan pengadilan tersebut sembari terus berteriak, "hidup rakyat, wujudkan supremasi hukum dengan segera, dimana keadilan di negeri ini, apakah kami bukan bahagian dari Indonesia yang merdeka?, Hak hukum kami telah dikebiri, hidup rakyat, hidup rakyat"
Sementara mendengar teriakan itu, sontak saja teman-teman terdakwa yang ada di dalam ruang tahanan menyahut dan menyambut dengan orasi-orasi yang menunjukkan kesedihan dan kesimpatian mereka terhadap keadaan hukum di negara ini.
"Kami adalah bagian dari bangsa ini, kami cinta negeri ini, cinta tanah air Indonesia" dan terus bersambung dengan teriakan-teriakan; "Kami adalah Mahasiswa, pemuda Indonesia yang mengabdi kepada rakyat, yang bersuara atas penderitaan rakyat Tapanuli, kenapa kami harus di kriminalisasikan?, demokrasi telah mati, agen-agen demokrasi telah dibunuh, akankah masa depan kami dirampas?", dan kemudian langsung disambut oleh personil kepolisi dengan aksi semakin merapatkan barisan penjagaan dan berusaha menenangkan para terdakwa.
Melihat aksi dari aparat Kepolisian yang dengan sangat cepat ingin mensterilkan lokasi disekitar ruang tahanan dengan berusaha mengusir para wartawan yang hendak menyaksikan moment tersebut, para terdakwa yang di dominasi oleh Patriot-patriot Universitas (Mahasiswa-red) kemudian beratmbah amarah mereka atas tindakan tersebut. "Jangan halangi pers menyaksikan penderitaan ini, ketidak-adilan ini, penindasan ini", "Tolong Pak Polisi kasih mereka untuk menyaksikan semua ini", "Kawan-kawan pers tolong sampaikan pesan dan keadaan kami ini kepada seluruh rakyat di negeri ini, tolong kawan-kawan pers, saksikan kami", demikian dengan nada yang sangat keras dan terdengar seperti tangisan yang sungguh mendalam. Sampai kemudian pihak aparat keamanan langsung memulangkan para terdakwa yang telah selesai bersidang menuju Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan.
Ketika ditanyai soal tanggapan Rijon, setelah ditetapkan sebagai narapidana, beliau memberi tanggapan yang sangat kritis dan tajam sekaligus penuh rasa kecewa terhadap Hukum di Indonesia. "Proses Hukum yang saya alami teman-teman saya ini sangat inkonstitusional, karena sangat jauh dari fakta hukum yang sebenarnya", "Polisi dan JPU serta hakim telah ber-konspirasi untuk membunuh demokrasi, mengubur aspirasi rakyat-rakyat kecil, rakyat yang termarjinalkan dan tertindas". Diakhir tanggapannya, beliau juga dengan nada yang lebih tenang mengungkapkan, "Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat". Dan sesaat kemudian telah dimasukkan secara paksa ke mobil pembawa tahanan untuk dipulangkan ke Rutan Kelas I Tanjung Gusta Medan.
Terdakwa lain yang telah divonis pada hari yang sama antara lain Anju Naibaho berserta rekan satu berkasnya Urat Sihombing (sama-sama Mahasiswa SM.Raja XII) divonis masing-masing selama 5 tahun penjara. Joko Subiakto dengan putusan 3 tahun 6 bulan penjara yang merupakan satu-satunya terdakwa bersuku Jawa. Fernando Situmorang (Mahasiswa STMIK SM Raja XII) divonis dengan hukuman selama 3 tahun penjara. Dan seterusnya terdakwa-terdakwa lain akan segera ditetapkan sebagai Narapida dalam waktu yang tidak akan lama lagi. (admin)
Merdeka...merdeka...merdeka!!!
ReplyDeleteKata-kata itu juga yg dikumandangkan para pejuang kita terdahulu ketika berjuang melawan penjajah memperebutkan kemerdekaan bangsa indonesia. Kata-kata itu juga yang dikumandangkan Sokarno ketika memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 beserta seluruh rakyat indonesia. Ingatlah wahai pejuang PROTAP. Anda itu terpenjara karena apa? Anda terpenjara karena memperjuangkan tanah leluhurmu Tapanuli. Agar Tapanuli merdeka dari kemiskinan, merdeka dari keterbelakangan, dari kebodohan. Sehingga tercapainya cita-cita Tapanuli sejahtera. Jangan sedih dengan keterpenjaraan anda, tetapi banggalah dengan perjuangan mu. Tetap pegang teguh semangat dan idealisme mu demi Tapanuli. Hidup mahasiswa, hidup pejuang PROTAP, hidup Tapanuli.
thanks buat dukungannya bung,,
ReplyDeletecita-cita mulia ada di tangan kita..
salam pembebasan....
Merdeka...!