Skip to main content

SAYA MENGGUGAT

(oleh: Roy Sinaga)
Dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan (06/10/09)

Majelis Hakim yang mulia,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Penasehat Hukum yang terhormat,
Serta para pengunjung sidang yang saya hormati dan banggakan,

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan ini, izinkanlah saya menyampaikan terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan pada saya untuk menyampaikan ungkapan perasaan dan pemikiran yang menjadi pergolakan dan kegelisahan dalam batin yang akan saya nyatakan melalui Nota Pembelaan saya ini.

Pendahuluan
Majelis Hakim yang mulia,
Pada hari ini Selasa, 06 Oktober 2009, sudah 238 hari saya menjalani kenyataan buruk ini, yakni dihitung sejak saya ditetapkan dan ditahan sebagai tersangka oleh pihak yang berwajib. Dimana 106 hari sudah saya lewati di rumah tahanan Poltabes Medan dan selanjutnya di rumah tahanan kelas 1 Tanjung Gusta Medan. Hari demi hari saya lewati dengan penuh pertanyaan dan perenungan yang membuat saya selalu gelisah. Saya selalu bertanya kepada pihak yang berwajib, bertanya kepada orang di sekitar saya, bertanya kepada undang-undang yang mengatur. Gelisah dengan tempat yang sama sekali baru bagi saya, gelisah terhadap setiap ucapan dan mata yang memandang terhadap saya. Yang kemudian kegelisahan saya berujung pada kerisauan, ketika tidak ada satupun diantaranya yang mengerti dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya.

Banyak waktu yang saya habiskan untuk merenungkan apa yang saya alami semenjak saya berurusan dengan pihak yang berwajib, yaitu sekitar 7 (tujuh) bulan dihitung sejak saya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus demostrasi tanggal 3 Februari yang silam. Di kamar yang penuh sesak, hanya berukuran 6 x 6 meter dan dihuni oleh sedikitnya 30 orang tahanan yang kadang bertambah dan berkurang dari jumlahnya sesuai dengan musim pengiriman dan penjemputan tahanan oleh pihak Kejaksaan. Kadang kala saya harus begadang atau tidak tidur untuk bisa membaca buku atau untuk sekedar menulis di buku catatan harian saya, dikarenakan saya harus mengunggu kondisi kamar agak tenang dan sepi setelah teman-teman saya sudah pada tidur. Yang pada akhirnya saya mendapatkan ilham untuk menentukan judul pada pledoi ini, ‘Saya Menggugat’.

Sempat terlintas di pikiran saya untuk memilih judul ‘Rakyat Menggugat’ atau ‘Indonesia Menggugat’, yang terilhami dari sejarah Bung Karno ketika dihadapkan di depan pengadilan seperti halnya saat ini. Tetapi karena cakupan rakyat atau Indonesia itu menurut saya termasuk cakupan makro, maka saya memilih “saya” sebagai subjek rakyat Indonesia yang dinyatakan sebagai terdakwa dalam kasus ini. Lagipula perbedaan kapasitas antara saya dengan Bung Karno sangat jauh berbeda, namun kegelisahan Bung Karno lah yang saya rasakan pada saat ini sehingga saya memilih sama-sama untuk ‘menggugat’.

Kalau dahulu pledoi Indonesia Menggugat oleh Bung Karno menjadi tonggak kebangkitan pergerakan nasional, maka harapan saya pledoi ini dapat menjadi wacana yang terang untuk membantu saya dalam mencari hakekat dan jati diri saya sebagai anak bangsa di negeri ini. Dan bila sekira bulam Agustus sampai dengan Desember tahun 1930 Bung Karno diadili di depan hakim di Pengadilan Landraad Bandung 79 tahun silam, Soekarno muda dimejahijaukan dengan tuduhan memiliki maksud hendak menjatuhkan pemerintah Hindia Belanda dan mengganggu keamanan negeri dengan berkomplot untuk membuat pemberontakan. Tuduhan lainnya yakni mencoba membinasakan pemerintah Hindia Belanda dengan jalan tidak sah (artikel 110 buku hukum pidana) membuat pemberontakan (artikel 163 bis buku hukum pidana) dengan sengaja menyiarkan kabar dusta untuk mengganggu ketertiban umum (artikel 171 undang-undang hukum pidana). Intinya, Soekarno dituduh sebagai pemberontak. Ia kemudian dijerat dengan pasal-pasal karet haatzai artikelen. Sebagaimana bangsa ini sepakat bahwa pasal-pasal yang dituduhkan itu hanya sebagai alat pemerintah Hindia Belanda untuk memukul segala pergerakan yang melawan penjajahan Belanda.

Dan pada hari ini juga saya di hadapkan di pengadilan ini dengan tuduhan sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan atau ikut melakukan perbuatan itu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membubarkan sesuatu sidang badan pembentuk undang-undang, badan pemerintah atau badan perwakilan rakyat yang diadakan oleh atau atas nama pemerintah atau memaksa badan tersebut menerima ataupun menolak sesuatu keputusan atau menyingkirkan seseorang Ketua atau anggota dari sidang semacam itu, sebagaimana terkandung dalam pasal 146 KUH Pidana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, serta dakwaan-dakwaan lain sebagaimana diatur dalam pasal 170 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Yang mana pasal-pasal tersebut diatas adalah produk Kitab Undang-undang pada jaman penjajahan Belanda yang tidak sesuai lagi kalau diterapkan di Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Tentunya disayangkan ketika kita telah menyatakan kemerdekaan atas penindasan dan penjajahan Belanda, namun undang-undang mereka masih kita pakai untuk tak ubahnya sebagi alat penindas dan mejajah bangsa sendiri.

Dari segala pergumulan dan kegelisahan yang saya alami, saya memilih untuk melawan dan memberontak sebagaimana tuntutan dari kemerdekaan berpikir saya. Saya akan menggugat setiap orang yang mencoba untuk menghekang kemerdekaan saya, saya akan menggugat sitiap perlakuan-perlakuan yang tidak adil sesuai dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ideologi bangsa ini.

Menggugat Polisi
Majelis Hakim yang mulia,
Di hadapan persidangan ini, saya akan menggugat pihak Kepolisian yang telah mengkriminalisasikan saya dalam kasus ini. Saya merasakan perlakuan Polisi dalam menangani kasus ini tidak profesional dan tidak sesuai dengan motto mereka sebagai pengayom dan pelayan masyarakat. Dimana telah melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.Menangkap dan menjadikan saya sebagai tersangka tanpa penunjukan alat atau barang bukti.
2.Polisi dalam hal ini sebagai penyidik telah membuat BAP (Berita Acara Penyelidikan) saya tanpa di dampingi oleh pengacara.
3.Dalam penyidikan, Polisi mengcopy paste BAP dari Saudara Roni Situmorang ke dalam berkas BAP saya. Hal seperti itu banyak berlaku juga terhadap berkas teman-teman sesame terdakwa dalam kasus ini.
4.Penyidik selalu memberikan tekanan secara psikologis seperti memeriksa saya hingga larut malam dan selalu membentak saya ketika keterangan saya tidak sesuai dengan yang diarahkannya.
5.Polisi tidak pernah memberikan jawaban tentang apa alasan mereka menjadikan saya sebagai tersangka.
6.Polisi telah bersaksi di persidangan dengan hanya diarahkan oleh BAP dan saya pastikan kesaksian mereka hanya khayalan mereka saja.
7.Polisi telah menciptakan opini publik dengan memberikan kami pengawalan yang sangat ketat dengan bersenjata lengkap yang seakan-akan kami adalah kriminal-kriminal berbahaya yang pantas untuk di tuntut dengan hukuman seperti yang kami alami saat ini.
Demikianlah tindakan-tindakan tersebut yang selalu menimbulkan kemarahan dan kegelisahan dalam hati dan pikiran saya. Besar harapan saya dikemudian hari tindakan-tindakan seperti ini tidak akan terjadi lagi demi cita-cita kemerdekaan setiap pribadi di bumi Indonesia ini.

Majelis Hakim yang mulia,
Mengapa tidak ada satu orangpun Polisi yang dihadirkan sebagai tersangka dalam pengadilan ini? Apakah mereka tidak bertanggung jawab atas peristiwa 03 Februari yang silam? Apakah pencopotan Ka. Polda Sumut sudah cukup untuk membayar kesalahan Polisi?

Pada kesempatan ini, saya akan menyatakan gugatan dan tekad saya, bahwa di kemudian hari saya tidak akan berurusan lagi dengan pihak Kepolisian, karena kepercayaan saya sama sekali telah hilang atas mereka. Saya akan menjaga diri saya sendiri dan tidak akan mengharapkan pelayanan apapun dari mereka. Banyak hal yang oleh bangsa ini telah diamini menjadi rahasia umum ketika banyak pelanggaran dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan di negeri ini. Dan saya menyatakan ketidaksepakatan dengan semua itu. Saya tidak akan pernah menyatakan itu menjadi keadaan yang harus dilalui, saya akan tetap untuk melawan semua itu, sekalipun hanya dalam pemikiran, saya tidak akan pernah menyerah.

Menggugat Kejaksaan

Majelis Hakim yang mulia,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Saya sangat menghargai dan berterima kasih atas senyuman dan harapan-harapan penguatan yang diberikan oleh Ibu Jaksa Asni Zahara Hasibuan,SH yang dalam kasus ini bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum terhadap saya. Saya juga merasakan ketidakmampuan Jaksa Penuntut Umum untuk bersikap merdeka dalam menangani kasus ini. Yang berarti sedikit banyaknya antara saya dengan Jaksa Penuntut Umum mempunyai kegelisahan yang sama.

Dengan segala hormat, saya juga akan mengajukan gugatan terhadap pihak Kejaksaan yang dalam hal ini telah memegang peranan penting dalam penanganan kasus ini. Terbukti dengan tidak adanya penyidikan oleh Jaksa dan saya melihat Jaksa hanya membuat dakwaan dengan mengikuti skenario yang dibuat oleh Polisi.

Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Saya berharap Jaksa akan menjawab pertanyaan saya ini. Apakah pertimbangan Jaksa menuntut kami dengan tuntutan yang sama dan merata dengan tuntutan selama 7 tahun penjara yang menurut saya sebagai tuntutan maksimal dari ancaman KUH Pidana selama 9 tahun penjara. Saya mengutip penyataan ahli Hukum Pidana DR. Maidin Gultom,SH,M.Hum. ketika dimintai keterangannya sebagai saksi ahli dalam persidangan yang silam. Beliau menyatakan bahwa, “penuntuntutan terhadap tindak pidana harus dilihat dari apa motif dan niat pelaku tindakan pedana tersebut”. Kalau dikaji secara lurus, apakah kita bisa mengatakan bahwa motif saya sewaktu aksi 03 Februari itu adalah untuk membubarkan sidang? Dimana yang menjadi agenda apa yang diparipurnakanpun saya tidak ada tahu menahu, seperti yang telah saya kemukakan pada pemeriksaan saya sebagai terdakwa pada sidang sebelumnya.

Saya sangat menyesalkan semua ini. Saya melihat kemerdekaan hukum sebagai panglima dalam Negara ini telah dirampas oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik. Dan kami para orang-orang bodoh dan kecil ini hanya sebagai korban penzoliman.

Menggugat Saksi
Majelis Hakim yang mulia,
Saya juga dengan sangat tegas menyatakan gugatan dan keberatan saya terhadap kesaksian para saksi yang telah dimintai keterangannya pada persidangan sebelumnya. Dimana kesaksian yang mereka berikan sama sekali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Seperti yang telah para saksi nyatakan sebagai kesaksian di hadapan persidandan ini. Antara lain:
1.Elmadon Ketaren, dalam keterangannya mengatakan bahwa saksi telah melihat saya dengan Saudara Roni Situmorang secara bersamaan masuk dengan paksa ke dalam ruang paripurna. Sedangkan saya dengan Saudara Roni Situmorang telah terpisah sesaat setelah sampai di halaman gedung DPRD-SU dan tidak ada masuk secara bersamaan seperti halnya yang diterangkan oleh saksi.
2.Elia Karo-karo, dalam BAP, saksi melihat saya dan Saudara Roni Situmorang ada di tempat kejadian perkara padahal dari keterangan beliau dipersidangan, beliau tidak berani secara tegas menyatakan ada melihat kami dengan alasan sudah lupa (tidak ingat) lagi.
3.Erikson TP. Siagian, dalam keterangannya di hadapan persidangan menerangkan bahwa saya dan Saudara Roni Situmorang ikut melakukan aksi dorong-dorongan dan berteriak “dorong-dorong”, sedangkan saya sendiri terpisah dengan saudara Roni Situmorang sesaat setelah sampai di gedung DPRD-SU dan saya sama sekali tidak ada melakukan tindakan-tindakan seperti yang dinyatakan tersebut.
4.Syarifurrahman, dalam keterangannya mengatakan bahwa saya bersama saudara Roni Situmorang selalu diamati tetapi dalam kesaksian berikutnya beliau mengatakan hanya ingin menguji keterangan terdakwa, sedangkan kapasitas beliau di persidangan hanya sebagai saksi. Dari keterangan tersebut tampaklah bahwa keterangan beliu hanya karangan dan khayalan belaka yang hanya mengarahkan terdakwa supaya memenuhi isi BAP yang sebelumnya telah dikondisikan oleh penyidik. Dan beliau juga menyatakan bahwa sejak awal beliau sebagai Polisi tidak memiliki alasan yang cukup untuk menjadikan saya dan saudara Roni Situmorang sebagai tersangka.
5.Setia Gurusinga, dalam keterangannya juga yang hampir sama dengan keterangan para saksi-saksi yang lain.

Majelis Hakim yang mulia,
Dari keterangan para saksi tersebut, saya melihat kejanggalan-kejanggalan dan sangat tidak masuk akal. Sebagaimana telah disaksikan oleh pengadilan ini, mereka dengan berani bersaksi terhadap banyak terdakwa dalam kasus ini, seperti Elmadon Ketaren, Elia Karo-karo, Setia Gurusinga telah memberikan keterangan yang sama, yaitu melihat para terdakwa di tempat kejadian perkara. Padahal secara logika saja bagaimana mungkin seorang saksi dapat menyaksikan secara mendetail perlakuan para terdakwa di tengah-tengah banyaknya massa pada saat itu, yaitu sekitar 5000-an orang. Sedangkan untuk mencari teman saya atau orang yang saya kenal seperti saudara Roni Situmorang saja sangat sulit di tengah sesaknya massa saat itu. Ada indikasi bahwa para saksi telah dibreafing sebelum memberikan kesaksian di hadapan persidangan ini.

Maka dari itu, saya akan menolak dan membantah petunjuk yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, yang menyatakan bahwa: “berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan baik dari keterangan saksi-saksi, dan keterangan para terdakwa dimana satu dengan lainnya saling berhubungan dan bersesuaian, maka berdasarkan ketentuan pasal 188 ayat (1), (2) KUHAP diperbolehkan satu alat bukti sah berupa petunjuk yang membuktikan bahwa telah terjadi tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan para terdakwalah sebagai pelakunya”. Saya melihat bahwa petunjuk ini tidak tepat, karena keterangan saksi sangat jauh dari yang sebenarnya dan bertentangan dengan keterangan saya sabagai terdakwa sebagaimana telah saya terangkan pada agenda sidang sebelumnya.

Penutup
Majelis Hakim yang mulia,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Serta para pengunjung sidang yang saya hormati dan saya banggakan,
Pada akhirnya, saya hanya menggantungkan harapan tertinggi kepada keputusan Majelis Hakim yang mulia, yang telah dipercayakan sebagai wakil dari Tuhan untuk memberikan keputusan yang seadil-adilnya kepada kami. Walaupun pada persidangan ini kami telah didakwa sebagai orang yang telah melakukan tindakan pidana. Sesungguhnya kami hanyalah kumpulan orang-orang buta yang mencoba melanggar rambu lalu lintas di persimpangan jalan. Untuk itu dengan segala hormat saya meminta kepada Majelis Hakim yang mulia untuk menghukum kami atas kebutaan dan kebodohan kami, tetapi bukan atas suatu pelanggaran, karena sesungguhnya kami tidak mengetahui ini sebagai pelanggaran. Biarlah hukuman yang akan dijatuhkan kepada kami sebagai peringatan atas rambu-rambu yang pasti akan kami temui kedepannya.

Majelis Hakim yang mulia,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Momen ini akan saya jadikan sebagai proses pembelajaran dan pencarian saya untuk lebih mencintai tanah air Indonesia ini. Saya sangat banyak mendapatkan pelajaran yang baru dan sangat berharga selama saya berada di penjara. Mudah-mudahan di kemudian hari, apa yang menjadi cita-cita bangsa ini seperti yang telah diproklamirkan oleh Founding Father kita Soekarno-Hatta dapat terwujud bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan saya akan menyatakan kesetiaan saya untuk menggandeng agenda reformasi dan demokrasi di Negara yang kita cintai ini. Marilah kita secara bersama-sama membuka hati dan pikiran kita untuk membenahi perjalanan bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik.

Biarlah kegelisahan saya ini menjadi kegelisahan semua orang yang mengalami nasib dan perlakuan yang sama seperti saya yang tertindas ini. Karena suatu perubahan muncul dari adanya kegelisahan dan penolakan atas keadaan sekarang. Dan bila kegelisahan semakin besar, maka penolakan juga akan semakin kuat, disitulah benteng-benteng tirani akan dirobohkan dan datanglah perubahan atas pemenuhan cita-cita yang mulia.
Terima kasih.

Medan, 06 Oktober 2009
Hormat saya,

Roy Sinaga

Comments

  1. salam sosialis!!
    kunjungan perdana dan berharap kesediaannya mampir ke gubuk saya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Terpidana Berteriak "MERDEKA"

Merdeka, merdeka, merdeka...! Kata-kata itulah yang diteriakkan oleh salah satu terdakwa pejuang PROTAP, Rijon Manalu sesaat setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menutup sidang dengan agenda pembacaan putusan hakim, dengan putusan hukuman selama 3 tahun penjara ( Selasa, 15 September 2009 ). Dimana yang bertindak sebagai hakim ketua persidangan kasus aksi damai DPRD SU 3 Februari 2009 adalah Yuferri Rangka dan yang bertindak sebagai JPU, yaitu Sattang Sidabutar, yang sebelumnya telah menuntut terdakwa selama 7 tahun penjara . Kekecewaan sangat tampak dari mimik terdakwa ketika meninggal ruang persidangan menuju ruangan tahanan PN Medan. Dengan teriakan-teriakan yang penuh makna kekecewaan dan ketidakpuasan atas putusan pengadilan tersebut sembari terus berteriak, "hidup rakyat, wujudkan supremasi hukum dengan segera, dimana keadilan di negeri ini, apakah kami bukan bahagian dari Indonesia yang merdeka?, Hak hukum kami telah dikebiri, hidup rakyat, hidup rakyat" Se

Polemik Demokrasi yang Memasyarakat

(By Fernando Situmorang) Ditinjau dari makna kata, Demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno. "Demos" yang berarti Rakyat, dan "Kratos" yang berarti Pemerintahan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah Pemerintahan Rakyat. Pemerintahan semacam ini berdaulat sepenuhnya terhadap Rakyat dan untuk kesejahteraan Rakyat. Demokrasi merupakan Bentuk atau Mekanisme Sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan Kedaulatan Rakyat (Kekuasaan Warga Negara). Kekuasaan Warga Negara adalah Kedaulatan penuh Rakyat (Kedaulatan Berasal Dari, Oleh, dan Untuk Rakyat) Adapun sistem Demokrasi yang dimaksud dan diatur dalam Undang-Undang Republik ini adalah Pemberian Kebebasan dalam Berpendapat baik Lisan maupun Tulisan. (UU No 8 Thn 1998 tentang Kemerdekaan menyatakan pendapat)). Dalam menjalankan proses Pemerintahan yang berdemokrasi terdapat 3 Kekuasaan Politik yang menjadi Pilar Demokrasi yaitu:. 1. Legislatif(DPR dan DPD) 2. Executif (Presiden) 3. Yudikati